Tuesday, March 9, 2010

sistem inovasi dalam pendidikan

Sistem inovasi sangat penting karena bukan semata menyangkut pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) itu sendiri [termasuk misalnya melalui pendidikan, penelitian, pengembangan dan kerekayasaan], tetapi juga bagaimana iptek dapat didayagunakan secara maksimal bagi kepentingan nasional dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Demikian sebaliknya, perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya, menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan dan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi arah dan kecepatan pemajuan iptek.
Gambar berikut [saya menggunakan skema yang dikembangkan oleh Arnold dan Kuhlmann, 2001] merupakan salah satu cara memudahkan pemahaman kita tentang sistem inovasi. Ini tentu bukan satu-satunya cara. Banyak skema lain yang digunakan oleh pihak yang berbeda, tergantung tujuan deskripsi kita tentang sistem inovasi.


Jadi, sistem inovasi memiliki peran dan hubungan timbal balik sangat penting dengan pendidikan. Ini juga diungkapkan antara lain oleh Johnson dan Jacobson (2001), yang menurut mereka fungsi utama sistem inovasi adalah :

1. Menciptakan pengetahuan baru.
2. Memandu arah proses pencarian penyedia dan pengguna teknologi, yaitu mempengaruhi arah agar para pelaku mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.
3. Memasok/menyediakan sumber daya, yaitu modal, kompetensi dan sumber daya lainnya.
4. Memfasilitasi penciptaan ekonomi eksternal yang positif (dalam bentuk pertukaran informasi, pengetahuan dan visi).
5. Memfasilitasi formasi pasar.

Sementara itu, Liu dan White (2001) juga mengungkapkan beberapa aktivitas penting dalam sistem :

1. Riset (dasar, pengembangan, dan rekayasa);
2. Implementasi (misalnya manufaktur);
3. Penggunaan akhir/end-use (pelanggan dari produk atau output proses);
4. Keterkaitan/linkage (menyatukan pengetahuan yang saling komplementatif); dan
5. Pendidikan.

Jadi jelas bahwa dalam pengertian yang disampaikan di atas, ini berarti bahwa sistem pendidikan merupakan elemen/pilar sangat penting bagi berkembangnya sistem inovasi (nasional maupun daerah, serta sektoral/industrial). Sebaliknya, sistem inovasi yang kuat akan mendukung perkembangan pendidikan yang semakin baik pula.
Bagaimana kita dapat melakukan perbaikan yang bersifat timbal balik pada penguatan sistem inovasi dan pendidikan di Indonesia? Saya meminjam kerangka kebijakan inovasi yang diusulkan (dan sedang terus dikembangkan) dalam RAKORNAS RISTEK April 2008 di Palembang. [catatan : pengertian sederhana kebijakan inovasi adalah himpunan kebijakan untuk mendukung pengembangan/penguatan sistem inovasi]. Saya pernah menyinggung juga tentang ini secara singkat di blog publik Kompas.
Atas dasar kerangka kebijakan inovasi ini, maka beberapa hal penting perlu dilakukan di Indonesia antara lain adalah :
Kondisi Umum. Dalam hal ini perlu langkah perbaikan dalam peraturan perundangan, infrastruktur (fasilitas) dan sarana pendidikan [formal, non formal, informal] serta tenaga pendidik yang mendukung ketersediaan, aksesibilitas dan "afordabilitas" bagi seluruh masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia. Ini yang mendasar. Tetapi jangan juga mengabaikan pengembangan kompetensi yang semakin kuat pada bidang-bidang tertentu (selektif) yang mendukung penguatan keunggulan daya saing dan kemandirian bangsa.
Catatan penting dari saya : jangan sampai pengembangan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan ”unggulan” menjebak kita hanya menyedikan lembaga pendidikan untuk anak/orang pandai dan memiliki kemampuan ekonomi. Pendidikan merupakan investasi untuk membuat orang menjadi pandai dan cerdas.
Kelembagaan dan Daya Dukung Iptek, serta Kapasitas Absorpsi Iptek oleh Industri. Penataan di bidang ini terbuka luas, apalagi jika dikaitkan dengan amanat dalam UU No. 20/2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek, dan sejalan pula dengan kelahiran UU No. 39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara.
Ambil contoh tentang kesejalanan pendidikan dan pengembangan industri (dunia usaha). Jika penentu kebijakan di kedua “bidang” ini jalan sendiri-sendiri dan lembaga pendidikan tak mau tahu perkembangan dalam masyarakat dan dunia usaha, maka tak perlu heran kalau sarjana-sarjana baru pun akan semakin memperpanjang antrian pengangguran terdidik di negara kita dari waktu ke waktu.
Lembaga pendidikan vokasi yang baik sangat diperlukan. Selain itu, ke depan, beberapa perguruan tinggi terutama di bidang teknik (engineering) dan bisnis/ekonomi perlu didorong agar menjadi entrepreneurial universities. Ini tentu tidak harus perguruan tinggi negeri saja. ATMI Solo merupakan salah satu contoh perguruan tinggi yang memiliki program vokasi sangat baik di Indonesia. UMN Tangerang, walaupun usianya tergolong sangat muda, juga tengah berupaya menjadi perguruan tinggi yang memiliki kekuatan dalam menghasilkan technopreneur masa depan yang baik.

No comments:

Post a Comment